Entah bagaimana aku harus memulainya dan entah dengan siapa aku
harus meneruskannya. Rasanya berat sekali meninggalkan masa-masa kejayaan itu;
yang sekarang telah menjelma menjadi kenangan. Entah masa itu akan ku jadikan
kenangan manis atau kenangan yang menyakitkan. Mungkin aku akan menyebutnya
kenangan manis, karena masa itu terlalu manis untuk dilupakan dan terlalu manis
untuk dihancurkan. Uh, atau mungkin aku akan menjadikannya sebagai kenangan
yang menyakitkan, kenangan buruk. Alasanku karena jika kenangan itu terus aku
pelihara di otakku dan di hatiku, mungkin aku akan cepat mati karenanya.
Sudahlah, aku tidak ingin ambil pusing soal 'masa-masa kejayaan aku dan
kamu-"kita"-' .
Kabut gelap telah diusir matahari, embun pun lama kelamaan larut
dalam cahaya matahari. Hari ini aku hanya berdoa seperti biasa; Tuhan, tolong
jadikanlah hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan buatlah diriku berharga
disetiap waktunya. Doa yang sederhana dan menurutku cukup.
Pagi ini aku mengawali lembaran baru. Lembaran yang hanya diisi
aku, tidak denganmu lagi. Mungkin biasanya aku torehkan bahagia disetiap pagiku
bersama dia, tapi sekarang tidak lagi. Aku hanya tersenyum sinis pada diriku
sendiri. Hari ini matahari sedang bersahabat, begitupun sang awan yang siap
meneduhkan ku.
Pagi ini juga aku telah ditemani burung gereja yang sudah
melantunkan suara merdunya. Tapi semua itu belum dapat membuat keadaan di
hatiku berubah. Seperti ada racun yang menjalar disetiap bagian-bagiannya. Aku
merasa kurang.
Sekarang saat kamu pergi, aku bingung akan membagi senyum ini
untuk siapa lagi? Lalu kemana perginya lengkungan bulan sabit yang selalu
terlukis di bibir mu? Apa senyummu tak bisa lagi ku lihat? Apa senyummu hanya
akan mengendap-endap memasuki alam mimpiku dan tidak akan menjadi nyata? Lalu
bagaimana aku menghabiskan semua kebahagiaan ini? Dulu kamu yang selalu temaniku
menghabiskannya.
Saat ini juga aku diambang kebingungan, bagaimana caranya
mengungkapkan bahwa "aku rindu kamu" dengan lancar? Dan jika kau tak
mau mendengar, aku harus melayangkan kata-kata itu kepada siapa? Kepada orang
yang membenciku?
Aku terlalu rapuh, bahuku bergetar sangat kencang. Orang yang
kuharapkan bisa memberiku ketenangan sekarang sudah pergi. Dulu, jemari kecilku
selalu digenggam erat olehnya. Hangat. Seakan darah kita menyatu dalam tubuh.
Aku sangat merindukan bahu yang gagah tapi menenangkan, kata-kata yang nyaring
berpadu lembut dengan khas anak remaja menyentuh perlahan dan masuk ke dalam
rumah siput ku, sangat merindukan dekapan yang selalu kau berikan. Tapi
sekarang aku bisa apa?
Udara dingin yang memelukku saat ini, bersandar dengan rapuh pada
kursi yang rapuh juga. Hanya menggenggam kunci kecil yang menjadi pengingat ku
bahwa aku dan kamu pernah menjadi 'kita' di waktu sebentar.
Langit yang biru sekarang sudah menjadi abu-abu, membawaku
tenggelam dalam dinginnya air hujan.
Selamat malam.
No comments:
Post a Comment